resensi novel Fatimah Az-Zahra-Kerinduan dari Karbala

Judul : Fatimah Az-Zahra-Kerinduan dari Karbala
Penulis : Sibel Eraslan
Penerjemah : Aminahyu Fitriani
Penerbit : Kaysa Media
ISBN : 9789791479738
Tebal Buku : 519 Halaman
"Tentu saja, Anakku. Pada setiap ibu akan terasa aura seorang Fatimah az-Zahra, dan dari setiap ibu akan berembus semerbak wewangian surga." [Hal 100]
"Hati seorang manusia haruslah kering sekering tanah batu baya sehingga ia akan sangat butuh siraman air mata dan pintu hatinya pun terbuka untuk Sang Pencipta." [Hal 171]
Fatimah az-Zahra adalah satu dari empat wanita yang dijamin surga oleh Rasulullah saw dalam haditsnya yang berbunyi: "Sebaik-baik perempuan muslimah surga adalah Khadijah, Fatimah, Maryam, Asiyah." (HR. Baihaqi). Dalam buku ini, kisah Fatimah diceritakan dalam cerita, atau istilah populernya itu adalah cerita berbingkai.
Sebuah novel yang berjudul Fatimah az-Zahra yang mengisahkan seorang penyair yang bernama Zebun bin Mestan Efendi kehilangan semua harta bendanya. Hanya dalam sekejap mata semua harta bendanya ludes terbakar. Tak menyisakan apapun, kecuali piyama dan kopyah dari kain wol yang dipakainya. Termasuk karyanya yaitu Diwan az-Zahra pun lenyap terbakar. Iapun berusaha terus meyakinkan orang lain, bahwa Diwan az-Zahra adalah karyanya. Diwan az-Zahra saat itu menjadi karya tersohor dan diklaim oleh 40 penyair. Karbala menjadi saksi kepedihan menyayat yang dialami oleh Sayyidina Hasan dan Husein saat peristiwa Karbala. Tempat ini pula menjadi saksi bertemunya hamba Allah yang begitu mencintai keluarga Rasulullah ini dengan cinta mereka yang murni dan mendalam. Zebunpun diundang oleh walikota Karbala untuk mengisahkan 40 kisah Diwan kepada seluruh masyarakat selama 40 hari.
Kisah tersebut dipadukan dengan kisah baginda Rasul bersama Fatimah az zahra dan Ahli baitnya membuat setiap yang membacanya menjadi tercengang. Betapa keluarga yang sangat sempurna. Fatimah az-zahra yang dilahirkan dari keluarga yang menebar ketentraman. Keluarga yang menjalankan rumah tangganya dengan cinta dan penghormatan. Yang perlu ditiru oleh semua orang.(hlm. 69). Keluarga uswatun hasanah ini megajarkan kita untuk selalu hidup sederhana dan menolong orang lain.
Dikisahkan pula kisah sayyidina Hasan dan Husein yang sering berpuasa karena dirumahnya tidak didapati makanan sedikitpun. Mereka sudah terbiasa dengan berpuasa, bahkan mereka rela untuk memberikan makanan berbuka puasa untuk orang yang meminta-minta. Betapa kisah yang sangat mendidik kita agar kita selalu mengutamakan orang lain dan tidak egois.
Diwan juga mengisahkan serombongan orang yang hendak melaksanakan ibadah haji ke Makkah dengan menaiki kapal dan berjalan kaki melalui jalur Madinah. Rombongan tersebut diantaranya adalah Nuretti, Abbas, nenek Destigul Tikriti dan Hasyim. Mereka mengarungi lautan padang pasir dengan penuh ujian. Tak henti-hentinya rombongan tersebut menuai banyak rintangan yang sangat berat dalam perjalanan. Husrev Bey bertemu dengan seorang anak lelaki yang awalnya dikira sebagai anaknya yang pergi berpamitan kepadanya dan meninggalkan selama empat puluh hari. Namun anak itu adalah seorang bernama Hasyim, "sang pengabdi jubah". Kerinduan kepada anaknya seolah diobati oleh kehadiran anak itu. Lantas mereka dipersatukan oleh kecintaan yang sama, yakni kecintaan kepada Hasan dan Husein yang menyeret keduanya dalam tangisan yang sama.
Junaydi Kindi, seorang pedagang terkenal, kehilangan istri serta anaknya dalam peristiwa perampokan padang pasir enam belas tahun silam. Namun karena suatu mimpinya, ia percaya bahwa anaknya masih hidup dan suatu saat akan dipertemukan kembali kepadanya.
Ada pula kisah tentang Nenek Destigul, seorang nenek yang buta matanya, namun begitu bersemangat dalam menghadapi hidupnya. Ia tinggal bersama sang cucu yang bernama Abbas.
Ramadan Usta, seorang yang dulunya perampok, namun dalam perjalanan kehidupannya menemukan cahaya Islam sehingga dirinya bertobat.
Junaydi Kindi membutuhkan seorang pembantu, kemudian mengambil Abbas sebagai pembantunya untuk mengiringi perjalanan. Namun sayang sekali, dalam perjalanan keduanya ia mengalami hal yang tidak menyenangkan sehingga membuat Abbas harus tertawan dan Junaydi Kindi diambil sumpahnya untuk kembali dalam waktu yang telah ditentukan. Sayang sekali, dalam waktu itu ia tidak menepati janji karena situasi Karbala yang sedang tidak kondusif sehingga ia tidak dapat memasuki tempat itu untuk mengambil saksi untuk membebaskan Abbas. Malang baginya, dalam perjalanan pulang justru bertemu dengan seorang anak perempuan yang orang tuanya dibunuh di hadapan anak perempuan itu. Situasi ini tidak menguntungkan baginya, dan justru malah mempersulit. Anak perempuan itu bernama Nesibe. Namun kemudian, situasi kembali normal. Singkat cerita Junaydi Kindi menemukan fakta bahwa Abbas adalah anaknya yang hilang, yang selama ini diasuh oleh Nenek Destigul. Para tokoh ini dipersatukan dalam sebuah perjalanan dari tanah Karbala menuju ke Makkah. Sayang sekali, Nenek Destigul keburu meninggal dalam perjalanan. Setiba mereka di Madinah, suatu peristiwa terjadi, Abbas dan Nesibe dipersalahkan karena telah memakan kurma yang jatuh dari pohonnya. Hasyim, mengambil beban kesalahan itu untuknya. Namun sayang sekali, sebagai tebusan, ia diminta untuk menikahi anak perempuan pemilik kebun untuk melunasinya. Pernikahan akan berlangsung di Makkah.
Kelebihan dari novel ini adalah dengan kita membaca novel ini, kita mendapatkan ilmu baru tentang kehidupan Rasul, dan keluarga dari Ali bin Abi-Thalib. Mulai dari Fatimah menerima pinangan dari Ali bin Abi Thalib, hingga kehidupan rumah tangga beliau yang dikemas menarik dengan dipadupadankan dengan kisah rombongan yang ingin menunaikan ibadah haji melalui jalur Madinah. Perpaduan karya yang sangat menarik membuat pembaca menjadi lebih bersyukur dan rindu akan kekasih yang suci. Dalam penggalan perjalanan mereka, diberikan cuplikan-cuplikan cerita seputar kehidupan Rasulullah dan ahlul baitnya. Kisah kemuliaan Fatimah az-Zahra dikemas dengan begitu menarik, menggugah semangat, dan disampaikan dengan begitu pas. Pengarang mampu menyatukan kedua kisah ini, dengan cerita Hasyim dkk dikisahkan dengan alur maju, sementara kisah Ibunda Fatimah disajikan dalam alur campuran. Cuplikan-cuplikan itu begitu pas, sehingga membuat pembaca mampu menikmati kedua ceritanya secara bersamaan. Ada banyak kisah tentang Fatimah az-Zahra yang akan lebih menarik untuk dibaca sendiri.
Namun novel ini juga mempunyai kelemahan, diantaranya terdapat cerita yang kurang mudah dicerna. Juga terdapat banyak tokoh, sehingga terkadang pembaca mengalami kesulitan untuk mingingat-ingat tentang kisah siapa yang sedang diceritakan tersebut. Terdapat pula kata-kata Arab yang belum diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia seperti Al bala u lil wilai kal’lahabu liz’zahabi yang tak semua orang bisa mengerti artinya. (hlm 81)

Komentar

  1. tolong sebutkan nama nama tokoh dan wataknya pada novel patimah az zahra !.. tolong

    BalasHapus
  2. Tolong donk sebutkan tokoh dan penokohan atau unsur intrinsik dari novel Fatimah Az-Zahra plissss bantu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer