kriteria jodoh yang baik menurut ajaran agama islam
Berikut dijelaskan kriteria jodoh yang baik menurut
islam, dengan penjelasan ringan di bawah ini:
A. Kriteria Memilih Calon Istri :
Dalam memilih calon istri, Islam telah
memberikan beberapa petunjuk, di antaranya :
1. Hendaknya calon istri memiliki dasar
pendidikan agama dan berakhlak baik,
karena wanita yang mengerti agama akan
mengetahui tanggung jawabnya sebagai
istri dan ibu. Sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau
bersabda:
“Perempuan itu dinikahi karena empat
perkara, karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan karena agamanya, lalu
pilihlah perempuan yang beragama niscaya
kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Dalam hadits di atas dapat kita lihat,
bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam menekankan pada sisi agamanya
dalam memilih istri dibanding dengan
harta, keturunan, bahkan kecantikan
sekalipun.
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita
musyrik sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia
menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221).
Sehubungan dengan kriteria memilih calon
istri berdasarkan akhlaknya, Allah
berfirman :
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-
laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah
buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-
laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah
untuk wanita-wanita yang baik (pula)
… .” (QS. An Nur : 26)
Seorang wanita yang memiliki ilmu agama
tentulah akan berusaha dengan ilmu
tersebut agar menjadi wanita yang
shalihah dan taat pada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Wanita yang shalihah akan
dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
sebagaimana firman-Nya :
“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara
dirinya, oleh karena itu Allah memelihara
mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)
Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-
laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik
perhiasan dunia adalah wanita
shalihah.” (HR. Muslim).
2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan
banyak anak.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah
bersabda :
Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah
perempuan penyayang dan banyak anak
… .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh
Ibnu Hibban)
Al Waduud berarti yang penyayang atau
dapat juga berarti penuh kecintaan,
dengan dia mempunyai banyak sifat
kebaikan, sehingga membuat laki-laki
berkeinginan untuk menikahinya.
Sedang Al Mar’atul Waluud adalah
perempuan yang banyak melahirkan anak.
Dalam memilih wanita yang banyak
melahirkan anak ada dua hal yang perlu
diketahui :
a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit
yang menghalangi dari kehamilan.
Untuk mengetahui hal itu dapat meminta
bantuan kepada para spesialis. Oleh
karena itu, seorang wanita yang
mempunyai kesehatan yang baik dan fisik
yang kuat biasanya mampu melahirkan
banyak anak, disamping dapat memikul
beban rumah tangga juga dapat
menunaikan kewajiban mendidik anak
serta menjalankan tugas sebagai istri
secara sempurna.
b. Melihat keadaan ibunya dan saudara-
saudara perempuan yang telah menikah.
Sekiranya mereka itu termasuk wanita-
wanita yang banyak melahirkan anak maka
biasanya wanita itu pun akan seperti itu.
c. Subur (mampu menghasilkan
keturunan).
Penegasan poin ( a): Di antara hikmah dari
pernikahan adalah untuk meneruskan
keturunan dan memperbanyak jumlah
kaum muslimin dan memperkuat izzah
(kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari
pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak
kaum muslimin yang nantinya menjadi
orang-orang yang shalih yang
mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah,
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan untuk memilih calon istri
yang subur,
ﺗﺰﻭﺟﻮﺍ ﺍﻟﻮﺩﻭﺩ ﺍﻟﻮﻟﻮﺩ ﻓﺎﻧﻲ ﻣﻜﺎﺛﺮ ﺑﻜﻢ ﺍﻷﻣﻢ
“Nikahilah wanita yang penyayang dan
subur! Karena aku berbangga dengan
banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu
Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam
Misykatul Mashabih)
Karena alasan ini juga sebagian fuqoha
(para pakar fiqih) berpendapat bolehnya
fas-khu an nikah (membatalkan
pernikahan) karena diketahui suami
memiliki impotensi yang parah. As Sa’di
berkata: “Jika seorang istri setelah
pernikahan mendapati suaminya ternyata
impoten, maka diberi waktu selama 1
tahun, jika masih dalam keadaan demikian,
maka pernikahan dibatalkan (oleh
penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin, Bab
‘Uyub fin Nikah hal. 202).
3. Hendaknya memilih calon istri yang
masih gadis (perawan) , terutama bagi
pemuda yang belum pernah nikah.
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai
hikmah secara sempurna dan manfaat
yang agung, di antara manfaat tersebut
adalah memelihara keluarga dari hal-hal
yang akan menyusahkan kehidupannya,
menjerumuskan ke dalam berbagai
perselisihan, dan menyebarkan polusi
kesulitan dan permusuhan. Pada waktu
yang bersamaan juga akan mengeratkan
tali cinta kasih suami istri.
Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh
kehalusan dan kelembutannya kepada
lelaki yang pertama kali melindungi,
menemui, dan mengenalinya. Lain halnya
dengan janda, kadangkala dari suami yang
kedua ia tidak mendapatkan kelembutan
hati yang sesungguhnya karena adanya
perbedaan yang besar antara akhlak
suami yang pertama dan suami yang
kedua.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
menjelaskan sebagian hikmah menikahi
seorang gadis :
Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah
maka kemudian saya mendatangi Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan
bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?”
Jabir berkata, ya sudah. Bersabda
Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka
saya menjawab, janda. Rasulullah
bersabda : “ Maka mengapa kamu tidak
menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain
dengannya dan dia bisa bermain
denganmu.”
4. Mempertimbangkan hal-hal yang
berkaitan dengan kekerabatan.
Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan
fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit
yang menular atau cacat secara
hereditas. Sehingga anak tidak tumbuh
besar dalam keadaan lemah atau mewarisi
cacat kedua orang tuanya dan penyakit-
penyakit nenek moyangnya.
Di samping itu juga untuk memperluas
pertalian kekeluargaan dan mempererat
ikatan-ikatan sosial.
B. Kriteria Memilih Calon Suami :
1. Islam.
Ini adalah kriteria yang sangat penting
bagi seorang Muslimah dalam memilih
calon suami, sebab dengan Islamlah satu-
satunya jalan yang menjadikan kita
selamat dunia dan akhirat kelak. Wanita
juga cenderung mengikuti agama suami,
namun tidak berlaku sebaliknya. Oleh
karena itu, kriteria suami yang Islam
adalah mutlak.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala :
“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita
Mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih
baik dari orang musyrik walaupun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke Surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-
perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al
Baqarah : 221)
2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.
Masa depan kehidupan suami-istri erat
kaitannya dengan memilih suami, maka
Islam memberi anjuran agar memilih
akhlak yang baik, shalih, dan taat
beragama.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda :
“Apabila kamu sekalian didatangi oleh
seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu
ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu
sekalian tidak melaksanakannya maka akan
terjadi fitnah di muka bumi ini dan
tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)
Islam memiliki pertimbangan dan ukuran
tersendiri dengan meletakkannya pada
dasar takwa dan akhlak serta tidak
menjadikan kemiskinan sebagai celaan
dan tidak menjadikan kekayaan sebagai
pujian.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu dan orang-orang
yang layak (nikah) dan hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin, Allah akan memampukan mereka
dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (QS. An Nur : 32).
Laki-laki yang memilki keistimewaan
adalah laki-laki yang mempunyai
ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia
mengetahui hukum-hukum Allah tentang
bagaimana memperlakukan istri, berbuat
baik kepadanya, dan menjaga kehormatan
dirinya serta agamanya, sehingga dengan
demikian ia akan dapat menjalankan
kewajibannya secara sempurna di dalam
membina keluarga dan menjalankan
kewajiban-kewajibannya sebagai suami,
mendidik anak-anak, menegakkan
kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-
kebutuhan rumah tangga dengan tenaga
dan nafkah.
Jika dia merasa ada kekurangan pada diri
si istri yang dia tidak sukai, maka dia
segera mengingat sabda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu
berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci
seorang Mukmin (laki-laki) pada Mukminat
(perempuan) jika ia tidak suka suatu
kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya
yang ia sukai.” (HR. Muslim).
Sehubungan dengan memilih calon suami
untuk anak perempuan berdasarkan
ketakwaannya, Al Hasan bin Ali
rahimahullah pernah berkata pada seorang
laki-laki :
“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang
bertakwa sebab jika laki-laki itu
mencintainya maka dia akan
memuliakannya, dan jika tidak menyukainya
maka dia tidak akan mendzaliminya.”
Untuk dapat mengetahui agama dan
akhlak calon suami, salah satunya
mengamati kehidupan si calon suami
sehari-hari dengan cara bertanya kepada
orang-orang dekatnya, misalnya tetangga,
sahabat, atau saudara dekatnya.
Komentar
Posting Komentar